Assalamu'alaikum wr. wb.,
Banyak orang, diantaranya generasi muda muslim, terjerumus
pada kegiatan menyanjung dan mengistimewakan satu hari pada bulan Februari.
Mereka serempak merayakan Februari. Mereka serempak merayakan Valentine’s Day,
yang juga disebut Hari Kasih Sayang. Kalau memang generasi muda muslim mau
sedikit tanggap, maka mustahil mereka mengikuti acara tersebut. Muncul satu
pertanyaan dikalangan remaja muslim berkenaan dengan acara tersebut.
Awalnya bangsa Romawi merayakan acara untuk memperingati
suatu hari besar mereka, yang jatuh setiap 15 Februari, yang mereka namakan
Lupercalia. Peringatan ini dirayakan guna menghormati Juno (Tuhan Wanita) dan
Perkawinan, serta Pan (Tuhan dari alam ini), seperti apa yang mereka percayai.
Pada saat itu, digambarkan orang-orang muda “laki-laki dan
wanita” memilih pasangannya masing-masing dengan menuliskan nama atau mengundi
nama dari orang-orang yang diingin-kannya, kemudian pasangan ini saling tukar
bertukar hadiah sebagai pernyataan cinta kasih. Acara ini dilanjutkan dengan
berbagai macam pesta dan hura-hura bersama pasangan masing-masing. Pergaulan
dengan pasangan yang didapat dalam pesta itu dapat berlangsung lama sesudah
pesta itu berakhir. Setelah penyebaran agama Kristen, Para Pemuka Gereja
mencoba memberikan pengertian ajaran Kristen terhadap para pemuja berhala itu.
Pada tahun 496 Masehi, Paus Gelasius (Pope Gelasius) mengganti peringatan
Lupercalia itu menjadi Saint Valentine’s Day, yaitu Hari Kasih Sayang Untuk
Orang-Orang Suci.
Dalam sejarah perayaan Valentine, para ahli sejarah tidak
setuju dengan adanya upaya untuk menghubungkan hal itu dengan St. Valentine,
seorang Pendeta yang hidup di Roma pada tahun 200 masehi, dibawah kekuasaan
Kaisar Claudius II. St. Valentine ini pernah ditangkap oleh orang-orang Romawi
dan dimasukkan ke dalam penjara, karena dituduh membantu satu pihak untuk
me-musuhi dan menentang Kaisar. St. Valentine ini berhasil ditangkap pada akhir
tahun 270 masehi. Kemudian orang-orang Romawi memenggal kepalanya di Palatine
Hill (Bukit Palatine) dekat altar Juno.
Dalam kaitannya dengan acara Valentine’s Day, banyak pula
orang mengkaitkan dengan St. Valentine yang lain. St. Valentine ini adalah
seorang Bishop (Pendeta) di Terni, satu tempat sekitar 60 mil dari Roma. Iapun
dikejar-kejar karena mempengaruhi beberapa keluarga Romawi dan memasukkan
mereka ke dalam agama Kristen. Kemudian ia dipancung di Roma sekitar tahun 273
masehi. Sebelum kepalanya dipenggal, Bishop (Pendeta) itu mengirim surat kepada para putri
penjaga-penjaga penjara dengan mendo’akan semoga bisa melihat dan mendapat
kasih sayang Tuhan dan kasih sayang manusia. “Dari Valentinemu” demikian tulis
Valentine pada akhir suratnya itu. Surat
itu tertanggal 14 Februari 270 M. sehingga tanggal tersebut ditetapkan sebagai
Valentine’s Day atau Hari Kasih Sayang.
Dari sejarah perjalanan Valentine’s Day ini, sudah
selayaknya umat Islam, khususnya generasi muda, untuk tidak mengadakan,
memperinci, bahkan mengistimewakannya. Dahlan Basri Ath Thahiri (Ketua Ikatan
Masjid Indonesia Pusat) memberikan fatwanya dengan tegas : “Haram hukumnya
mengikuti kegiatan Valentine’s Day, dalam bentuk apapun juga.
Tentunya sebagai kaum muslimin, demi menjaga kemurnian
aqidah, kita wajib menjauhinya, karena acara Valentine’s Day bertentangan
dengan aqidah Islam. Marilah kita merenungkan kandungan makna dari QS. Al
Baqarah (2) 120 : “Orang-orang Yahudi dan
Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti millah (cara hidup)
mereka. katakanlah ; “sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang
benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah
pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan
penolong bagimu”.
Oleh :
Drs. Abdul Quddus Zoher
Wakil Kepala Sekolah Urusan Humas SMU Muhammadiyah 1 Yogyakarta
Drs. Abdul Quddus Zoher
Wakil Kepala Sekolah Urusan Humas SMU Muhammadiyah 1 Yogyakarta
ADA APA
DENGAN VALENTINE’S DAY ?
Pada bulan Februari, kita selalu menyaksikan media massa, mal-mal,
pusat-pusat hiburan bersibuk-ria berlomba menarik perhatian para remaja dengan
menggelar pesta perayaan yang tak jarang berlangsung hingga larut malam bahkan
hingga dini hari. Semua pesta tersebut bermuara pada satu hal yaitu Valentine's
Day. Biasanya mereka saling mengucapkan "selamat hari Valentine",
berkirim kartu dan bunga, saling bertukar pasangan, saling curhat, menyatakan
sayang atau cinta karena anggapan saat itu adalah “hari kasih sayang”. Benarkah
demikian?
SEJARAH VALENTINE’S DAY
The World Book Encyclopedia (1998) melukiskan banyaknya
versi mengenai Valentine’s Day :
“Some trace it to an ancient Roman festival called Lupercalia.
Other experts connect the event with one or more saints of the early Christian
church. Still others link it with an old English belief that birds choose their
mates on February 14. Valentine's Day probably came from a combination of all
three of those sources--plus the belief that spring is a time for lovers.”
Perayaan Lupercalia adalah rangkaian upacara pensucian di
masa Romawi Kuno (13-18 Februari). Dua hari pertama, dipersembahkan untuk dewi
cinta (queen of feverish love) Juno Februata. Pada hari ini, para pemuda
mengundi nama –nama gadis di dalam kotak. Lalu setiap pemuda mengambil nama
secara acak dan gadis yang namanya keluar harus menjadi pasangannya selama
setahun untuk senang-senang dan obyek hiburan. Pada 15 Februari, mereka meminta
perlindungan dewa Lupercalia dari gangguan srigala. Selama upacara ini, kaum
muda melecut orang dengan kulit binatang dan wanita berebut untuk dilecut
karena anggapan lecutan itu akan membuat mereka menjadi lebih subur.
Ketika agama Kristen Katolik masuk Roma, mereka mengadopsi
upacara ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani, antara lain mengganti
nama-nama gadis dengan nama-nama Paus atau Pastor. Di antara pendukungnya
adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I (lihat: The Encyclopedia Britannica, sub judul: Christianity). Agar lebih
mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan
upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint
Valentine’s Day untuk menghormati St.Valentine yang kebetulan mati pada 14
Februari (lihat: The World Book
Encyclopedia 1998).
The Catholic
Encyclopedia Vol. XV sub judul St. Valentine menuliskan ada 3 nama
Valentine yang mati pada 14 Februari, seorang di antaranya dilukiskan sebagai
yang mati pada masa Romawi. Namun demikian tidak pernah ada penjelasan siapa
“St. Valentine” termaksud, juga dengan kisahnya yang tidak pernah diketahui
ujung-pangkalnya karena tiap sumber mengisahkan cerita yang berbeda.
Menurut versi pertama,
Kaisar Claudius II memerintahkan menangkap dan memenjarakan St.
Valentine karena menyatakan tuhannya adalah Isa Al-Masih dan menolak menyembah
tuhan-tuhan orang Romawi. Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan.
Orang-orang yang mendambakan doa St.Valentine lalu menulis surat dan menaruhnya di terali penjaranya.
Versi kedua
menceritakan bahwa Kaisar Claudius II menganggap tentara muda bujangan lebih
tabah dan kuat dalam medan
peperangan dari pada orang yang menikah. Kaisar lalu melarang para pemuda untuk
menikah, namun St.Valentine melanggarnya dan diam-diam menikahkan banyak pemuda
sehingga iapun ditangkap dan dihukum gantung pada 14 Februari 269 M (lihat: The World Book Encyclopedia, 1998).
Kebiasaan mengirim kartu Valentine itu sendiri tidak ada
kaitan langsung dengan St. Valentine. Pada 1415 M ketika the Duke of Orleans
dipenjara di Tower of London,
pada perayaan hari gereja mengenang St.Valentine 14 Februari, ia mengirim puisi
kepada istrinya di Perancis. Kemudian Geoffrey Chaucer, penyair Inggris
mengkaitkannya dengan musim kawin burung dalam puisinya (lihat: The Encyclopedia Britannica, Vol.12 hal.242
, The World Book Encyclopedia, 1998).
Lalu bagaimana dengan ucapan “Be My Valentine?” Ken Sweiger
dalam artikel “Should Biblical Christians
Observe It?” (www.korrnet.org) mengatakan kata “Valentine” berasal dari
Latin yang berarti : “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”.
Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi. Maka
disadari atau tidak, -tulis Ken Sweiger- jika kita meminta orang menjadi “to be
my Valentine”, hal itu berarti melakukan perbuatan yang dimurkai Tuhan (karena
memintanya menjadi “Sang Maha Kuasa”) dan menghidupkan budaya pemujaan kepada
berhala. Dalam Islam hal ini disebut Syirik,
artinya menyekutukan Allah Subhannahu wa Ta'ala. Adapun Cupid (berarti: the
desire), si bayi bersayap dengan panah adalah putra Nimrod “the hunter” dewa
Matahari. Disebut tuhan Cinta, karena ia rupawan sehingga diburu wanita bahkan
ia pun berzina dengan ibunya sendiri!
Saudaraku, itulah sejarah Valentine’s Day yang sebenarnya,
yang seluruhnya tidak lain bersumber dari paganisme orang musyrik, penyembahan
berhala dan penghormatan pada pastor. Bahkan tak ada kaitannya dengan “kasih
sayang”, lalu kenapa kita masih juga menyambut Hari Valentine? Adakah ia merupakan
hari yang istimewa? Adat? Atau hanya ikut-ikutan semata tanpa tahu asal
muasalnya?. Bila demikian, sangat disayangkan banyak teman-teman kita -remaja
putra-putri Islam- yang terkena penyakit ikut-ikutan mengekor budaya Barat dan
acara ritual agama lain. Padahal Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu
tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya akan diminta pertangggungjawabnya” (Al Isra' : 36).
HUKUM MERAYAKAN HARI VALENTINE
Keinginan untuk ikut-ikutan memang ada dalam diri manusia,
akan tetapi hal tersebut menjadi tercela dalam Islam apabila orang yang diikuti
berbeda dengan kita dari sisi keyakinan dan pemikirannya. Apalagi bila
mengikuti dalam perkara akidah, ibadah, syi’ar dan kebiasaan. Padahal Rasul
Shallallaahu alaihi wa Salam telah melarang untuk mengikuti tata cara
peribadatan selain Islam: “Barang siapa
meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut.” (HR. At-Tirmidzi).
Bila dalam merayakannya bermaksud untuk mengenang kembali
Valentine maka tidak disangsikan lagi bahwa ia telah kafir. Adapun bila ia
tidak bermaksud demikian maka ia telah melakukan suatu kemungkaran yang besar.
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata, “Memberi selamat atas acara ritual
orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa perbuatan tersebut
haram. Semisal memberi selamat atas hari raya dan puasa mereka, dengan
mengucapkan, “Selamat hari raya!” dan sejenisnya. Bagi yang mengucapkannya,
kalau pun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu merupakan perbuatan
haram. Berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang menyekutukan
Allah. Bahkan perbuatan tersebut lebih besar dosanya di sisi Allah dan lebih
dimurkai dari pada memberi selamat atas perbuatan minum khamar atau membunuh.
Banyak orang yang kurang mengerti agama terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa
menyadari buruknya perbuatan tersebut. Seperti orang yang memberi selamat
kepada orang lain atas perbuatan maksiat, bid’ah atau kekufuran maka ia telah
menyiapkan diri untuk mendapatkan kemarahan dan kemurkaan Allah.”
Abu Waqid Radhiallaahu anhu meriwayatkan: Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Salam saat keluar menuju perang Khaibar, beliau melewati
sebuah pohon milik orang-orang musyrik, yang disebut dengan Dzaatu Anwaath,
biasanya mereka menggantungkan senjata-senjata mereka di pohon tersebut. Para sahabat Rasulullah n berkata, “Wahai Rasulullah,
buatkan untuk kami Dzaatu Anwaath, sebagaimana mereka mempunyai Dzaatu
Anwaath.” Maka Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “Maha Suci Allah, ini seperti yang diucapkan
kaum Nabi Musa, ‘Buatkan untuk kami tuhan sebagaimana mereka mempunyai
tuhan-tuhan.’ Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, sungguh kalian akan
mengikuti kebiasaan orang-orang yang ada sebelum kalian.” (HR. At-Tirmidzi,
ia berkata, hasan shahih).
Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah ketika ditanya tentang
Valentine’s Day mengatakan :
“Merayakan hari Valentine itu tidak boleh, karena: Pertama: ia merupakan hari raya bid‘ah
yang tidak ada dasar hukumnya di dalam syari‘at Islam. Kedua: ia dapat menyebabkan hati sibuk dengan perkara-perkara
rendahan seperti ini yang sangat bertentangan dengan petunjuk para salaf shalih
(pendahulu kita) – semoga Allah meridhai mereka. Maka tidak halal melakukan
ritual hari raya, baik dalam bentuk makan-makan, minum-minum, berpakaian,
saling tukar hadiah ataupun lainnya. Hendaknya setiap muslim merasa bangga
dengan agamanya, tidak menjadi orang yang tidak mempunyai pegangan dan
ikut-ikutan. Semoga Allah melindungi kaum muslimin dari segala fitnah (ujian
hidup), yang tampak ataupun yang tersembunyi dan semoga meliputi kita semua
dengan bimbingan-Nya.”
Maka adalah wajib bagi setiap orang yang mengucapkan dua
kalimat syahadat untuk melaksanakan wala’
dan bara’ ( loyalitas kepada
muslimin dan berlepas diri dari golongan kafir) yang merupakan dasar akidah
yang dipegang oleh para salaf shalih. Yaitu mencintai orang-orang mu’min dan
membenci dan menyelisihi (membedakan diri dengan) orang-orang kafir dalam
ibadah dan perilaku.
Di antara dampak buruk menyerupai mereka adalah: ikut
mempopulerkan ritual-ritual mereka sehingga terhapuslah nilai-nilai Islam.
Dampak buruk lainnya, bahwa dengan mengikuti mereka berarti memperbanyak jumlah
mereka, mendukung dan mengikuti agama mereka, padahal seorang muslim dalam
setiap raka’at shalatnya membaca,
“Tunjukilah kami jalan
yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat
kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka
yang sesat.” (Al-Fatihah:6-7)
Bagaimana bisa ia memohon kepada Allah agar ditunjukkan
kepadanya jalan orang-orang yang mukmin dan dijauhkan darinya jalan golongan
mereka yang sesat dan dimurkai, namun ia sendiri malah menempuh jalan sesat itu
dengan sukarela.
Lain dari itu, mengekornya kaum muslimin terhadap gaya hidup mereka akan
membuat mereka senang serta dapat melahirkan kecintaan dan keterikatan hati.
Allah Subhannahu wa Ta'ala telah berfirman, yang artinya:
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang
lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka
sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Al-Maidah:51)
“Kamu tidak akan
mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling
berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya.”
(Al-Mujadilah: 22)
Ada
seorang gadis mengatakan, bahwa ia tidak mengikuti keyakinan mereka, hanya saja
hari Valentine tersebut secara khusus memberikan makna cinta dan suka citanya
kepada orang-orang yang memperingatinya.
Saudaraku! Ini adalah suatu kelalaian, padahal sekali lagi:
Perayaan ini adalah acara ritual agama lain! Hadiah yang diberikan sebagai
ungkapan cinta adalah sesuatu yang baik, namun bila dikaitkan dengan
pesta-pesta ritual agama lain dan tradisi-tradisi Barat, akan mengakibatkan
seseorang terobsesi oleh budaya dan gaya
hidup mereka.
Mengadakan pesta pada hari tersebut bukanlah sesuatu yang
sepele, tapi lebih mencerminkan pengadopsian nilai-nilai Barat yang tidak
memandang batasan normatif dalam pergaulan antara pria dan wanita sehingga saat
ini kita lihat struktur sosial mereka menjadi porak-poranda.
Alhamdulillah,
kita mempunyai pengganti yang jauh lebih baik dari itu semua, sehingga kita
tidak perlu meniru dan menyerupai mereka. Di antaranya, bahwa dalam pandangan
kita, seorang ibu mempunyai kedudukan yang agung, kita bisa mempersembahkan
ketulusan dan cinta itu kepadanya dari waktu ke waktu, demikian pula untuk
ayah, saudara, suami …dst, tapi hal itu tidak kita lakukan khusus pada saat
yang dirayakan oleh orang-orang kafir.
Semoga Allah Subhannahu wa Ta'ala senantiasa menjadikan
hidup kita penuh dengan kecintaan dan kasih sayang yang tulus, yang menjadi
jembatan untuk masuk ke dalam Surga yang hamparannya seluas langit dan bumi
yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. Semoga Allah Subhannahu wa Ta'ala
menjadikan kita termasuk dalam golongan orang-orang yang disebutkan:
“Kecintaan-Ku adalah
bagi mereka yang saling mencintai karena Aku, yang saling mengunjungi karena
Aku dan yang saling berkorban karena Aku.” (Al-Hadits).
SEBUAH RENUNGAN
:
VALENTINE DAY(HARI BERKASIH SAYANG)... VALENTINE DAY(HARI BERKASIH SAYANG)... VALENTINE DAY(HARI BERKASIH SAYANG)...
VALENTINE DAY(HARI BERKASIH SAYANG)... VALENTINE DAY(HARI BERKASIH SAYANG)... VALENTINE DAY(HARI BERKASIH SAYANG)...
Benarkah ia hanya
kasih sayang belaka ???
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang di muka bumi
ini, nescaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain
hanyalah mengikuti prasangka belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta
(terhadap Allah).” (Surah Al-An’am : 116)
Hari 'kasih sayang' yang dirayakan oleh orang-orang Barat
pada tahun-tahun terakhir disebut 'Valentine Day'
amat popular dan merebak di pelusuk Indonesia bahkan di Malaysia juga.
Lebih-lebih lagi apabila menjelangnya bulan Februari
di mana banyak kita temui jargon-jargon (simbol-simbol atau iklan-iklan) tidak
Islami hanya wujud demi untuk mengekspos (mempromosi) Valentine.
Berbagai tempat hiburan bermula dari diskotik(disko/kelab malam), hotel-hotel,
organisasi-organisasi mahupun kelompok-kelompok kecil; ramai yang
berlumba-lumba menawarkan acara untuk merayakan Valentine.
Dengan dukungan(pengaruh) media massa
seperti surat
kabar, radio mahupun televisyen; sebagian besar orang Islam juga turut
dicekoki(dihidangkan) dengan iklan-iklan Valentine
Day.
SEJARAH VALENTINE:
Sungguh merupakan hal
yang ironis(menyedihkan/tidak sepatutnya terjadi) apabila telinga kita
mendengar bahkan kita sendiri 'terjun' dalam perayaan Valentine
tersebut tanpa mengetahui sejarah Valentine
itu sendiri. Valentine sebenarnya adalah seorang martyr (dalam Islam disebut 'Syuhada') yang
kerana kesalahan dan bersifat 'dermawan' maka dia diberi
gelaran Saint atau Santo.
Pada tanggal 14 Februari 270 M, St.
Valentine dibunuh karena pertentangannya (pertelingkahan) dengan penguasa
Romawi pada waktu itu yaitu Raja Claudius II (268 - 270 M). Untuk
mengagungkan dia (St. Valentine), yang dianggap
sebagai simbol ketabahan, keberanian dan kepasrahan dalam menghadapi cobaan hidup, maka para pengikutnya memperingati kematian St. Valentine sebagai 'upacara keagamaan'.
Tetapi sejak abad 16
M, 'upacara keagamaan' tersebut mulai beransur-ansur hilang dan berubah menjadi
'perayaan bukan keagamaan'. Hari Valentine
kemudian dihubungkan dengan pesta jamuan kasih sayang bangsa Romawi kuno yang
disebut “Supercalis” yang jatuh pada tanggal 15 Februari.
Setelah orang-orang
Romawi itu masuk agama Nasrani(Kristian), pesta 'supercalis' kemudian dikaitkan
dengan upacara kematian St. Valentine.
Penerimaan upacara kematian St. Valentine
sebagai 'hari kasih sayang' juga dikaitkan
dengan kepercayaan orang Eropah bahwa waktu 'kasih
sayang' itu mulai bersemi 'bagai burung jantan dan betina' pada tanggal
14 Februari.
Dalam bahasa Perancis
Normandia, pada abad pertengahan terdapat kata “Galentine”
yang bererti 'galant atau cinta'. Persamaan bunyi antara galentine dan valentine menyebabkan
orang berfikir bahwa sebaiknya para pemuda dalam mencari pasangan hidupnya pada
tanggal 14 Februari. Dengan berkembangnya zaman, seorang 'martyr' bernama St. Valentino
mungkin akan terus bergeser jauh pengertiannya(jauh dari arti yang sebenarnya). Manusia pada zaman sekarang tidak lagi mengetahui
dengan jelas asal usul hari Valentine. Di mana
pada zaman sekarang ini orang mengenal Valentine
lewat(melalui) greeting card, pesta persaudaraan, tukar kado(bertukar-tukar
memberi hadiah) dan sebagainya tanpa ingin mengetahui latar belakang sejarahnya
lebih dari 1700 tahun yang lalu.
Dari sini dapat
diambil kesimpulan bahwa moment(hal/saat/waktu) ini hanyalah tidak lebih
bercorak kepercayaan atau animisme belaka yang berusaha merosak 'akidah' muslim
dan muslimah sekaligus memperkenalkan gaya hidup barat dengan kedok
percintaan(bertopengkan percintaan), perjodohan dan kasih sayang.
PANDANGAN ISLAM
Sebagai seorang
muslim tanyakanlah pada diri kita sendiri, apakah kita akan mencontohi begitu
saja sesuatu yang jelas bukan bersumber dari Islam ?
Mari kita renungkan
firman Allah :“ Dan janglah kamu megikuti apa yang kamu
tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan,
dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabnya”. (Surah
Al-Isra : 36)
Dalam Islam kata “tahu” berarti mampu mengindera(mengetahui) dengan
seluruh panca indera yang dikuasai oleh hati. Pengetahuan yang sampai pada
taraf mengangkat isi dan hakikat sebenarnya. Bukan hanya sekedar dapat melihat
atau mendengar. Bukan pula sekadar tahu sejarah, tujuannya, apa, siapa,
kapan(bila), bagaimana, dan di mana, akan tetapi lebih dari itu.
Oleh karena itu Islam amat melarang kepercayaan yang
membonceng(mendorong/mengikut) kepada suatu kepercayaan lain atau dalam Islam
disebut TAQLID. Hadits Rasulullah SAW :“ Barang siapa yang meniru atau mengikuti suatu kaum (agama)
maka dia termasuk kaum (agama) itu”.
Firman Allah SWT dalam Surah AL Imran(keluarga Imran) ayat 85 :“Barangsiapa yang mencari agama selain agama Islam, maka sekali-sekali tidaklah diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”.
Firman Allah SWT dalam Surah AL Imran(keluarga Imran) ayat 85 :“Barangsiapa yang mencari agama selain agama Islam, maka sekali-sekali tidaklah diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”.
No comments:
Post a Comment